News, Cibinong – Pengadilan Negeri (PN) Cibinong hari ini menggelar sidang perdana gugatan praperadilan terhadap Kapolres Bogor, AKBP Wihka Ardilestanto, yang diajukan oleh penasihat hukum Tersangka berinisial M, seorang guru ngaji yang ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan pencabulan terhadap muridnya yang masih berusia 7 tahun.
Gugatan praperadilan ini menjadi sorotan karena secara fundamental mempersoalkan prosedur penyidikan yang dilakukan Polres Bogor, mulai dari penetapan status tersangka hingga penangkapan, yang dinilai cacat hukum. Latar Belakang Kasus dan Penangkapan Cepat Kasus dugaan pencabulan ini sempat ramai dibicarakan publik Bogor setelah terjadi pada 3 Oktober 2025. Kapolres Bogor AKBP Wihka Ardilestanto mengonfirmasi bahwa Unit PPA Satreskrim Polres Bogor telah menerima laporan dan melakukan penyelidikan, termasuk visum (VER) terhadap korban di RSUD Cibinong.
Setelah merasa mengantongi dua alat bukti yang cukup, polisi menetapkan M sebagai tersangka pada 16 Oktober 2025, dan empat hari kemudian, Tersangka M ditangkap di kediamannya di daerah Sukaraja Bogor pada 20 Oktober 2025.
Empat Poin Kunci Gugatan PraperadilanPenasihat Hukum Tersangka M, Advokat Suhendar S.H.,M.M, yang ditemui usai sidang perdana, menyatakan pihaknya mengajukan praperadilan dengan beberapa alasan hukum krusial. “Tujuan kami mengajukan Praperadilan terhadap Kapolres Bogor didasari empat alasan utama,” kata Suhendar.
Cacat Hukum Penetapan Tersangka: Tersangka M disebut tidak pernah diperiksa sebagai saksi maupun calon tersangka sebelum statusnya ditetapkan, hal ini dinilai melanggar Pasal 1 angka 14 KUHAP juncto Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014.Kurangnya Dua Alat Bukti yang Cukup: Penetapan tersangka dinilai tidak didasari oleh minimal dua alat bukti yang sah sebagaimana diatur Pasal 184 ayat (1) KUHAP.Abaikan Asas Praduga Tak Bersalah: Penyidik dituding hanya mengandalkan informasi sepihak dari Pelapor, mengesampingkan informasi atau keterangan dari Terlapor, yang bertentangan dengan asas presumption of innocence.
Dugaan Penyalahgunaan Wewenang: Prosedur penyelesaian perkara, termasuk penyelidikan, penyidikan, dan penetapan tersangka, dituntut harus dilakukan secara profesional, proporsional, dan transparan untuk menghindari penyalahgunaan wewenang.
Mengawasi dan Mengoreksi Proses HukumSuhendar menekankan pentingnya pengawasan publik dan koreksi terhadap proses penyidikan. Ia mengutip Putusan MK No. 21/PUU-XII/2014 yang memperluas objek praperadilan, termasuk penetapan tersangka, sebagai langkah korektif terhadap kekeliruan prosedur hukum. “Kita harus berkaca dari kasus-kasus besar, seperti kasus pembunuhan Brigadir J yang viral pada tahun 2022. Adanya manipulasi atau kesalahan dalam penyelidikan dan penyidikan itu mungkin terjadi, maka dari itu kami sebagai advokat bertugas mengawasi dan mengoreksi, demi masyarakat pencari keadilan,” tegas Suhendar.
Agenda LanjutanSidang perdana hari ini, Senin (24/11/2025), beragendakan pemeriksaan legal standing para Pihak. Tim Penasihat Hukum Murtado dihadiri oleh Suhendar, S.H., M.M, Basuni, S.H., M.H, dan Uyo Taryo, S.H. Sementara itu, pihak Polres Bogor tidak hadir meskipun sudah dipanggil secara patut. Hal ini yang menjadi pertanyaan besar buat publik karena berkas perkara sudah P21. Sidang ditunda dan akan dilanjutkan Rabu (03/12/2025), dengan agenda pemeriksaan legal standing termohon. (red/tim)

Tidak ada komentar:
Posting Komentar